Pada tanggal 5
september 2005 secara resmi presiden Susilo Bangbang Yudhoyono menyampaikan RUU
ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005. Dan menunjuk
Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi
Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam
pembahasan bersama dengan DPR RI. Dalam rangka pembahasan RUU ITE Departerment
Komunikasi dan Informsi membentuk Tim Antar Departemen (TAD).Melalui Keputusan
Menteri Komunikasi dan Informatika No. 83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24
Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007
tanggal 23 Januari 2007.
Bank Indonesia
masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD) sebagai Pengarah (Gubernur Bank
Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang membidangi Sistem Pembayaran),
sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama dengan instansi/departemen
terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain adalah menyiapkan bahan,
referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan RUU ITE, dan mengikuti
pembahasan RUU ITE di DPR RI. Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) merespon surat
Presiden No.R/70/Pres/9/2005.
Dan membentuk
Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh)
Fraksi di DPR RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas
draft RUU ITE yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE
menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai
pihak, antara lain perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator
telekomunikasi,aparat penegak hukum dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan
Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
sebanyak 287 DIM RUU ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam
Pansus RUU ITE DPR RI.
Tanggal 24
Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang
diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan
Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU
ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam
tahapan pembentukan dunia kerja (panja).sedangkan pembahasan RUU ITE tahap Tim
Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung sejak tanggal 13
Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008. 18 Maret 2008 merupakan naskah akhir
UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008, 10
Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang.
Selanjutnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UU ITE menjadi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008 dan
Tambahan Lembaran Negara
dengan diresmikanya Undang-Undang ITE yang ada maka dampak akibat kejahatan kajahatan yang terjadi di dunia ITE akan berkurang karena setiap tindakan seseorang yang dilakukanya akan diawasi langsung oleh UU ITE.
dengan diresmikanya Undang-Undang ITE yang ada maka dampak akibat kejahatan kajahatan yang terjadi di dunia ITE akan berkurang karena setiap tindakan seseorang yang dilakukanya akan diawasi langsung oleh UU ITE.
Dengan adanya UU ITE tidak dapat semenah menah dalam menulis, mengUploute dsb dengan sembarangan karena jika seseorang tidak terima dengan tulisan kita yg bersifat menjelekan atau apapun kita dapat dikenakan UU pencamaran nama baik, dak kita dapat dikenakan sanksi yang sesuai dengan UU ITE baik sanksi pidana maupun perdata.
Pengertian
Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Manfaat Kehadiran UU ITE
Kehadiran UU No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan memberikan manfaat,
beberapa diantaranya;
(i) menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi
secara elektronik;
(ii) mendorong pertumbuhan ekonomi
Indonesia;
(iii) sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan
berbasis teknologi informasi;
(iv) melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi
informasi.
Tujuan Undang-Undang ITE
1. Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia.
2.Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi
seoptimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
5. Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara teknologi informasi.
Pasal Undang-undang ITE
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara
pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa
pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan
untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa
pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
Pasal 33
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang
berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem
Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau
secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode
Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik
menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.
Kelemehahan dan Saran
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Ekektronik.
Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret
2008, namun disahkannya sebuah undang-undang bukan berarti ia telah menjadi
sebuah hukum yang mutlak dan tidak bisa lagi diubah atau bahkan diganti;
sebaliknya justru perbaikan dan perubahan harus dilakukan pada setiap
undang-undang dan peraturan lain yang diketahui memiliki kelemahan, terutama
apabila kelemahan tersebut fatal sifatnya. Dalam konteks ini maka Asosiasi
Internet Indonesia sebagai suatu organisasi yang berkedudukan di Indonesia dan
bertujuan untuk memajukan pengembangan dan pemanfaatan internet di Indonesia
secara bebas dan bertanggung jawab, wajib untuk memberikan pandangan dan usulan
demi memperbaiki UU ITE tersebut yang memiliki sangat banyak kelemahan.
A. Kelemahan pertama:
proses penyusunan.
Kelemahan pertama dari UU
ITE terletak dari cara penyusunannya itu sendiri, yang menimbulkan kontradiksi
atas apa yang berusaha diaturnya. UU ITE yang merupakan UU pertama yang
mengatur suatu teknologi moderen, yakni teknologi informasi, masih dibuat
dengan menggunakan prosedur lama yang sama sekali tidak menggambarkan adanya relevansi
dengan teknologi yang berusaha diaturnya. Singkat kata, UU ITE waktu masih
berupa RUU relatif tidak disosialisasikan kepada masyarakat dan penyusunannya
masih dipercayakan di kalangan yang amat terbatas, serta peresmiannya dilakukan
dengan tanpa terlebih dahulu melibatkan secara meluas komunitas yang akan
diatur olehnya. Padahal, dalam UU ini jelas tercantum bahwa:
Pasal 1 ayat 3 Teknologi
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Ini
berarti seyogyanya dalam penyusunan UU ini memanfaatkan teknologi informasi
dalam mengumpulkan pendapat mengenai kebutuhan perundangannya, menyiapkan
draftnya, menyimpan data elektroniknya, mengumumkannya secara terbuka, menganalisis
reaksi masyarakat terhadapnya setelah menyebarkan informasinya, sebelum
akhirnya mencapai sebuah hasil akhir dan meresmikan hasil akhir tersebut
sebagai sebuah UU.
Kelemahan pertama ini
adalah kelemahan fatal, yang terbukti secara jelas bahwa akibat tidak
dimanfaatkannya teknologi informasi dalam proses penyusunan UU ini, maka isi
dari UU ini sendiri memiliki celah-celah hukum yang mana dalam waktu kurang
dari sebulan peresmiannya telah menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha
teknologi informasi, yang diakibatkan oleh ketidakpastian yang ditimbulkannya
itu.
B. Kelemahan kedua:
salah kaprah dalam definisi.
Pasal 1 ayat 1 Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
Ayat 4 Dokumen Elektronik
adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
Definisi Informasi
Elektronik menggambarkan tampilan, bukan data; dari kenyataan ini terlihat
jelas bahwa penyusun definisi ini belum memahami bahwa data elektronik sama
sekali tidak berupa tulisan, suara, gambar atau apapun yang ditulis dalam
definisi tersebut. Sebuah data elektronik hanyalah kumpulan dari bit-bit
digital, yang mana setiap bit digital adalah informasi yang hanya memiliki dua
pilihan, yang apabila dibatasi dengan kata “elektronik” maka pilihan itu
berarti “tinggi” dan “rendah” dari suatu sinyal elektromagnetik. Bila tidak
dibatasi dengan kata tersebut, maka bit digital dapat berupa kombinasi pilihan
antonim apapun seperti “panjang” dan “pendek”, “hidup” dan “mati”, “hitam” dan
“putih” dan sebagainya.
Pada definisi Dokumen
Elektronik, bahkan ditemukan suatu keanehan dengan membandingkan antara analog,
digital dengan elektromagnetik, optikal, seakan-akan antara analog dan
elektromagnetik adalah dua bentuk yang merupakan pilihan “ini atau itu”. Lebih
jauh lagi, penggunaan kata analog adalah suatu kesalah kaprahan karena analog
sebagai suatu bentuk hanya dapat diartikan sebagai benda yang dibuat menyerupai
bentuk aslinya, dan ini sama sekali tidak ada relevansinya dengan tujuan
definisi yang diinginkan berhubung bentuk analog dari sebuah peta misalnya,
adalah sebuah peta juga dan tidak mungkin dikirimkan lewat jaringan elektronik.
Seharusnya, definisi yang
jauh lebih tepat adalah sebagai berikut: ayat 1 Informasi Digital adalah satu
atau sekumpulan data digital. ayat 4 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi
Digital, disimpan dalam media penyimpanan data elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang diakses dengan menggunakan Sistem Elektronik.
Selain itu, mengingat
bahwa sebuah dokumen elektronik dapat diproses menjadi dua atau lebih tampilan
yang berbeda (contoh: data akuntasi dapat dengan mudah ditampilkan sebagai
sebuah grafik), tergantung dari Sistem Elektronik yang dipergunakan, maka dibutuhkan
klarifikasi: ayat x Tampilan Elektronik adalah hasil pengolahan Dokumen
Elektronik yang ditampilkan dalam suatu bentuk tertentu, dengan menggunakan
Sistem Elektronik tertentu dan menjalankan suatu prosedur pengolahan tertentu.
C. Kelemahan ketiga: tidak
konsisten.
Kelemahan ini terdapat di
beberapa pasal dan ayat, salah satunya: Pasal 8 ayat 2 Kecuali diperjanjikan
lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
Tampaknya ayat ini dibuat
dengan logika berbeda dengan ayat 1 dalam pasal yang sama, dimana ayat 1 telah
dengan benar menggunakan kriteria Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan,
pada ayat 2 muncul kerancuan “di bawah kendali”. Suatu account e-mail yang
berada di Yahoo atau Hotmail misalnya, tidak dapat dikatakan sebagai suatu
Sistem Elektronik di bawah kendali karena yang dikendalikan oleh Penerima
hanyalah bentuk virtualisasinya.
Pasal 15 ayat 2
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan
Sistem Elektroniknya. ayat 3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Ayat 3 mengatakan bahwa
ayat 2 tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa.
Keadaan memaksa? Kalau kita bicara soal komputer maka keadaan memaksa ini bisa
berarti apa saja mulai dari gangguan listrik, kerusakan komputer, terkena
virus, dan sebagainya yang pada intinya gangguan apapun dapat dikatakan sebagai
keadaan memaksa; lantas untuk apa ayat 2 itu dibuat? Apakah yang dimaksud
disini sebagai keadaan memaksa adalah definisi lazim dari “force majeure”?
Entahlah, karena di bagian penjelasan dikatakan bahwa ayat ini cukup jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar