Sejarah Tato Tertua Di Dunia Dari
Mentawai
Orang
Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera.
Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam,
1500 SM-500 SM. Itu artinya, tato mentawailah yang tertua di dunia. Bukan tato
Mesir, sebagaimana disebut-sebut berbagai buku.Sebutan tato konon diambil dari
kata tatau dalam bahasa Tahiti. Kata ini pertama kali tercatat oleh peradaban
Barat dalam ekspedisi James Cook pada 1769.
Menurut
Encyclopaedia Britannica, tato tertua ditemukan pada mumi Mesir dari abad ke-20
SM. Tanda permanen yang dibuat dengan cara memasukkan pewarna ke dalam lapisan
kulit itu, ditemui hampir di seluruh belahan dunia.Dalam catatan Ady Rosa, 48
tahun, dosen Seni Rupa, Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, tato Mesir
baru ada pada 1300 SM. Menurut magister seni murni, Institut Teknologi Bandung
(ITB) ini, orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai
barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina),
pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM.’’Itu artinya, tato Mentawai-lah yang paling
tua di dunia,’’ kata Ady Rosa, yang telah 10 tahun meneliti tato. Di Mentawai.
Tato dikenal dengan istilah titi. Dalam penelitian Ady Rosa, selain Mentawai
dan Mesir, tato juga terdapat di Siberia (300 SM), Inggris (54 SM), Indian
Haida di Amerika, suku-suku di Eskimo, Hawaii dan Kepulauan Marquesas.Budaya
rajah ini, juga ditemukan pada suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, suku Maori di
Selandia Baru, suku Dayak di Kalimantan dan suku Sumba di Sumatera Barat. Bagi
orang Mentawai, tato merupakan roh kehidupan. Ady, yang pada 1992 menelusuri
pusat kebudayaan Mentawai di Pulau Siberut, menemukan sedikitnya empat
kedudukan tato di sana.Salah satu kedudukan tato adalah untuk menunjukkan jati
diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Tato dukun sikerei, misalnya,
berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang
tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung atau buaya. Sikerei diketahui
dari tato bintang sibalu-balu di badannya. Hikayat Arat Sabulungan secara
berseloroh Ady menyatakan, ‘’Jadi, sebelum para jenderal punya bintang, dukun
Mentawai sudah punya lebih dulu….’’Menurut penelitian Ady, yang oleh dua guru
besar ITB, A.D. Pirous dan Primadi Tabrani, dijuluki ‘’Jenderal Tato’’, bagi
masyarakat Mentawai, tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam.
Dalam masyarakat itu, benda-benda seperti batu, hewan dan tumbuhan harus
diabadikan di atas tubuh. ‘’Mereka menganggap semua benda memiliki jiwa,’’ kata
Ady. Fungsi tato yang lain adalah keindahan.
Masyarakat
Mentawai juga bebas menato tubuh sesuai dengan kreativitasnya.Kedudukan tato
diatur oleh kepercayaan suku Mentawai, ‘’Arat Sabulungan’’. Istilah ini berasal
dari kata sa (se) atau sekumpulan, serta bulung atau daun. Sekumpulan daun itu
dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, diyakini
memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai
media pemujaan Tai Kabagat Koat (Dewa Laut), Tai Ka-leleu (roh hutan dan
gunung), dan Tai Ka Manua (roh awang-awang).Arat Sabulungan dipakai dalam
setiap upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah, dan penatoan.
Ketika anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12 tahun, orangtua memanggil
sikerei dan rimata (kepala suku). Mereka akan berunding menentukan hari dan
bulan pelaksanaan penatoan.Setelah itu, dipilihlah sipatiti -seniman tato.
Sipatiti ini bukanlah jabatan berdasarkan pengangkatan masyarakat, seperti
dukun atau kepala suku, melainkan profesi laki-laki. Keahliannya harus dibayar
dengan seekor babi. Sebelum penatoan akan dilakukan punen enegat, alias upacara
inisiasi yang dipimpin sikerei, di puturukat (galeri milik sipatiti).Tubuh
bocah yang akan ditato itu lalu mulai digambar dengan lidi. Sketsa di atas
tubuh itu kemudian ditusuk dengan jarum bertangkai kayu. Tangkai kayu ini
dipukul pelan-pelan dengan kayu pemukul untuk memasukkan zat pewarna ke dalam
lapisan kulit. Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang dan arang
tempurung kelapa.Janji Gagak Borneo Penatoan awal atau paypay sakoyuan, itu
dilakukan di bagian pangkal lengan. Ketika usianya menginjak dewasa, tatonya
dilanjutkan dengan pola durukat di dada, titi takep di tangan, titi rere pada
paha dan kaki, titi puso di atas perut, kemudian titi teytey pada pinggang dan
punggung.Dalam kesimpulan Ady Rosa, tato Mentawai berhubungan erat dengan
budaya dongson di Vietnam. Diduga, dari sinilah orang Mentawai berasal. Dari
negeri moyang itu, mereka berlayar ke Samudra Pasifik dan Selandia Baru.
Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada beberapa suku di Hawaii, Kepulauan
Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta suku Maori di Selandia
Baru.
Tato Mentawai Lebih Demokratis
Di
Indonesia, menurut Ady, tradisi tato Mentawai lebih demokratis dibandingkan
dengan tato Dayak di Kalimantan. Dalam budaya Dayak, tato menunjukkan status
kekayaan seseorang.‘’Makin bertato, makin kaya,’’ katanya. Toh, Baruamas Jabang
Balumus, 67 tahun, tokoh adat Dayak dari suku Taman, menuturkan, dalam tato
masyarakat Dayak ada aspek lain selain simbol strata sosial. ’’Tato adalah
wujud penghormatan kepada leluhur,’’ kata tokoh bernama asli Masuka Djanting
itu. Contohnya adalah tradisi tato dalam kebudayaan Dayak Iban dan Dayak Kayan.
Di kedua suku itu, menato diyakini sebagai simbol dan sarana untuk
mengungkapkan penguasa alam. Tato juga dipercaya mampu menangkal roh jahat,
serta mengusir penyakit ataupun roh kematian.Tato sebagai wujud ungkapan kepada
Tuhan terkait dengan kosmologi Dayak. Bagi masyarakat Dayak, alam terbagi tiga:
atas, tengah dan bawah. Simbol yang mewakili kosmos atas terlihat pada motif
tato burung enggang, bulan dan matahari. Dunia tengah, tempat hidup manusia,
disimbolkan dengan pohon kehidupan. Sedangkan ular naga adalah motif yang
memperlihatkan dunia bawah.Charles Hose, opsir Inggris di Kantor Pelayanan
Sipil Sarawak pada 1884, rajin mencatat legenda-legenda yang dipercaya orang
Dayak itu. Dalam buku Natural Man, A Record from Borneo terbitan Oxford
University Press, 1990, Charles Hose menceritakan janji burung gagak borneo dan
burung kuau argus untuk saling menghiasi bulu mereka.Setelah Haid Pertama Dalam
legenda itu, gagak berhasil mulus melakukan tugasnya. Sayang, kuau adalah
burung bodoh. Karena tak mampu, akhirnya kuau argus meminta burung gagak untuk
duduk di atas semangkuk tinta, lalu menggosokkannya ke seluruh tubuh kuau,
pemakan bangkai itu. Sejak saat itulah, konon, burung gagak dan burung kuau
memiliki warna bulu dan ‘’dandanan’’ seperti sekarang.Secara luas, tato
ditemukan di seluruh masyarakat Dayak. Namun, Hose menilai, teknik dan desain
tato terbaik dimiliki suku Kayan. Bagi suku ini, penatoan hanya dilakukan bila
memenuhi syarat tertentu. Bagi lelaki, proses penatoan dilakukan setelah ia
bisa mengayau kepala musuh.
Tradisi
tato bagi laki-laki ini perlahan tenggelam sejalan dengan larangan
mengayau.Setelah ada pelarangan itu, tato hanya muncul untuk kepentingan
estetika. Tradisi tato tak hilang pada kaum Hawa. Kini, mereka menganggap tato
sebagai lambang keindahan dan harga diri. Meski masyarakat Dayak tidak mengenal
kasta, tedak kayaan, alias perempuan tak bertato, dianggap lebih rendah derajatnya
dibandingkan dengan yang bertato.Ada tiga macam tato yang biasa disandang
perempuan Dayak Kayan. Antara lain tedak kassa, yang meliputi seluruh kaki dan
dipakai setelah dewasa. Lainnya adalah tedak usuu di seluruh tangan, dan tedak
hapii di seluruh paha. Di kalangan suku Dayak Kenyah, penatoan dimulai ketika
seorang wanita berusia 16 tahun, atau setelah haid pertama.Upacara adat
dilakukan di sebuah rumah khusus. Selama penatoan, semua kaum pria dalam rumah
tersebut tidak boleh keluar dari rumah. Selain itu, seluruh anggota keluarga
juga wajib menjalani berbagai pantangan. Konon, kalau pantangan itu dilanggar,
keselamatan orang yang ditato akan terancam. Dulu, agar anak yang ditato tidak
bergerak, lesung besar diletakkan di atas tubuhnya.Kalau si anak sampai
menangis, tangisan itu harus dilakukan dalam alunan nada yang juga khusus. Di
masyarakat Dayak Iban, tato menggambarkan status sosial. Kepala adat, kepala
kampung, dan panglima perang menato diri dengan simbol dunia atas. Simbol dunia
bawah hanya menghiasi tubuh masyarakat biasa. Motif ini diwariskan
turun-temurun untuk menunjukkan garis kekerabatan.
Seorang
sikerei (dukun budaya) bercerita mengenai pembuatan tato khas Mentawai. Tato,
mereka menyebutnya titi, adalah salah satu bagian dari ekspresi seni dan
perlambang status orang dari Suku Mentawai. Dulu, tato populer di kalangan baik
lelaki maupun perempuan Mentawai yang telah dewasa. Kini, hanya sebagian kecil
suku Mentawai yang masih bertato. Sebagian dari mereka bisa ditemui di
pedalaman Pulau Siberut.
Tato
dibuat oleh seorang sipatiti (pembuat tato). Proses pembuatan tato memakan
waktu yang lama, terutama pada tahap persiapannya yang bisa sampai
berbulan-bulan. Ada sejumlah upacara dan pantangan (punen) yang harus dilewati
oleh orang yang ingin ditato. Tak semua orang sanggup melewati tahap ini.
Sebelum
sipatiti mulai membuat tato, ada ritual upacara yang dipimpin oleh sikerei
(dukun budaya Mentawai). Tuan rumah lalu mengadakan pesta dengan menyembelih
babi dan ayam. Daging babi dan ayam ini juga sebagai upah yang diberikan untuk
sikerei. Tutulu bercerita bahwa ntuk menyelenggarakan pesta membuat tato ini
saja bisa menghabiskan biaya sekitar lima juta rupiah.Jarum yang digunakan
terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingkan. Dengan mengetok-ngetoknya,
terciptalah garis-garis yang merupakan motif utama tato suku Mentawai. Pewarna
yang digunakan berasal dari arang yang menempel di kuali. Sikerei yang
merupakan kakaknya Tutulu berkata bahwa biasanya pembuatan tato dimulai dari
telapak tangan, tangan, kaki lalu tubuh. Selama beberapa hari, kulit yang baru
ditato akan bengkak dan mengeluarkan darah. Membayangkannya saja saya ngeri.
Sumber
: http://psb-psma.org/content/blog/4715-sejarah-tato-tertua-di-dunia-dari-mentawai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar