Selasa, 28 Mei 2013

UU ITE

     Pada tanggal 5 september 2005 secara resmi presiden Susilo Bangbang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005. Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI. Dalam rangka pembahasan RUU ITE Departerment Komunikasi dan Informsi membentuk Tim Antar Departemen (TAD).Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007.
            Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD) sebagai Pengarah (Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang membidangi Sistem Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama dengan instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain adalah menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan RUU ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI. Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) merespon surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005.
           Dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) Fraksi di DPR RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE menyelenggarakan 13 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi,aparat penegak hukum dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU ITE yang berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU ITE DPR RI.
           
            Tanggal 24 Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam tahapan pembentukan dunia kerja (panja).sedangkan pembahasan RUU ITE tahap Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung sejak tanggal 13 Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008. 18 Maret 2008 merupakan naskah akhir UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008, 10 Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang.
         
          Selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UU ITE menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008 dan Tambahan Lembaran Negara
dengan diresmikanya Undang-Undang ITE yang ada maka dampak akibat kejahatan kajahatan yang terjadi di dunia ITE akan berkurang karena setiap tindakan seseorang yang dilakukanya akan diawasi langsung oleh UU ITE.

       Dengan adanya UU ITE tidak dapat semenah menah dalam menulis, mengUploute dsb dengan sembarangan karena jika seseorang tidak terima dengan tulisan kita yg bersifat menjelekan atau apapun kita dapat dikenakan UU pencamaran nama baik, dak kita dapat dikenakan sanksi yang sesuai dengan UU ITE baik sanksi pidana maupun perdata.

Pengertian
          
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Manfaat Kehadiran UU ITE

          Kehadiran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan memberikan manfaat, beberapa diantaranya;
(i) menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik;
 (ii) mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia;
(iii) sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi;
(iv) melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Tujuan Undang-Undang ITE
1. Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
2.Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
5. Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

Pasal Undang-undang ITE

Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
  
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b.  sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.

Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Kelemehahan dan Saran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Ekektronik.
          Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008, namun disahkannya sebuah undang-undang bukan berarti ia telah menjadi sebuah hukum yang mutlak dan tidak bisa lagi diubah atau bahkan diganti; sebaliknya justru perbaikan dan perubahan harus dilakukan pada setiap undang-undang dan peraturan lain yang diketahui memiliki kelemahan, terutama apabila kelemahan tersebut fatal sifatnya. Dalam konteks ini maka Asosiasi Internet Indonesia sebagai suatu organisasi yang berkedudukan di Indonesia dan bertujuan untuk memajukan pengembangan dan pemanfaatan internet di Indonesia secara bebas dan bertanggung jawab, wajib untuk memberikan pandangan dan usulan demi memperbaiki UU ITE tersebut yang memiliki sangat banyak kelemahan.

A. Kelemahan pertama: proses penyusunan.
          Kelemahan pertama dari UU ITE terletak dari cara penyusunannya itu sendiri, yang menimbulkan kontradiksi atas apa yang berusaha diaturnya. UU ITE yang merupakan UU pertama yang mengatur suatu teknologi moderen, yakni teknologi informasi, masih dibuat dengan menggunakan prosedur lama yang sama sekali tidak menggambarkan adanya relevansi dengan teknologi yang berusaha diaturnya. Singkat kata, UU ITE waktu masih berupa RUU relatif tidak disosialisasikan kepada masyarakat dan penyusunannya masih dipercayakan di kalangan yang amat terbatas, serta peresmiannya dilakukan dengan tanpa terlebih dahulu melibatkan secara meluas komunitas yang akan diatur olehnya. Padahal, dalam UU ini jelas tercantum bahwa:
          Pasal 1 ayat 3 Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Ini berarti seyogyanya dalam penyusunan UU ini memanfaatkan teknologi informasi dalam mengumpulkan pendapat mengenai kebutuhan perundangannya, menyiapkan draftnya, menyimpan data elektroniknya, mengumumkannya secara terbuka, menganalisis reaksi masyarakat terhadapnya setelah menyebarkan informasinya, sebelum akhirnya mencapai sebuah hasil akhir dan meresmikan hasil akhir tersebut sebagai sebuah UU.
          Kelemahan pertama ini adalah kelemahan fatal, yang terbukti secara jelas bahwa akibat tidak dimanfaatkannya teknologi informasi dalam proses penyusunan UU ini, maka isi dari UU ini sendiri memiliki celah-celah hukum yang mana dalam waktu kurang dari sebulan peresmiannya telah menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha teknologi informasi, yang diakibatkan oleh ketidakpastian yang ditimbulkannya itu.

B. Kelemahan kedua: salah kaprah dalam definisi.
          Pasal 1 ayat 1 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
          Ayat 4 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
          Definisi Informasi Elektronik menggambarkan tampilan, bukan data; dari kenyataan ini terlihat jelas bahwa penyusun definisi ini belum memahami bahwa data elektronik sama sekali tidak berupa tulisan, suara, gambar atau apapun yang ditulis dalam definisi tersebut. Sebuah data elektronik hanyalah kumpulan dari bit-bit digital, yang mana setiap bit digital adalah informasi yang hanya memiliki dua pilihan, yang apabila dibatasi dengan kata “elektronik” maka pilihan itu berarti “tinggi” dan “rendah” dari suatu sinyal elektromagnetik. Bila tidak dibatasi dengan kata tersebut, maka bit digital dapat berupa kombinasi pilihan antonim apapun seperti “panjang” dan “pendek”, “hidup” dan “mati”, “hitam” dan “putih” dan sebagainya.
          Pada definisi Dokumen Elektronik, bahkan ditemukan suatu keanehan dengan membandingkan antara analog, digital dengan elektromagnetik, optikal, seakan-akan antara analog dan elektromagnetik adalah dua bentuk yang merupakan pilihan “ini atau itu”. Lebih jauh lagi, penggunaan kata analog adalah suatu kesalah kaprahan karena analog sebagai suatu bentuk hanya dapat diartikan sebagai benda yang dibuat menyerupai bentuk aslinya, dan ini sama sekali tidak ada relevansinya dengan tujuan definisi yang diinginkan berhubung bentuk analog dari sebuah peta misalnya, adalah sebuah peta juga dan tidak mungkin dikirimkan lewat jaringan elektronik.
          Seharusnya, definisi yang jauh lebih tepat adalah sebagai berikut: ayat 1 Informasi Digital adalah satu atau sekumpulan data digital. ayat 4 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Digital, disimpan dalam media penyimpanan data elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang diakses dengan menggunakan Sistem Elektronik.
          Selain itu, mengingat bahwa sebuah dokumen elektronik dapat diproses menjadi dua atau lebih tampilan yang berbeda (contoh: data akuntasi dapat dengan mudah ditampilkan sebagai sebuah grafik), tergantung dari Sistem Elektronik yang dipergunakan, maka dibutuhkan klarifikasi: ayat x Tampilan Elektronik adalah hasil pengolahan Dokumen Elektronik yang ditampilkan dalam suatu bentuk tertentu, dengan menggunakan Sistem Elektronik tertentu dan menjalankan suatu prosedur pengolahan tertentu.

C. Kelemahan ketiga: tidak konsisten.
          Kelemahan ini terdapat di beberapa pasal dan ayat, salah satunya: Pasal 8 ayat 2 Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
          Tampaknya ayat ini dibuat dengan logika berbeda dengan ayat 1 dalam pasal yang sama, dimana ayat 1 telah dengan benar menggunakan kriteria Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan, pada ayat 2 muncul kerancuan “di bawah kendali”. Suatu account e-mail yang berada di Yahoo atau Hotmail misalnya, tidak dapat dikatakan sebagai suatu Sistem Elektronik di bawah kendali karena yang dikendalikan oleh Penerima hanyalah bentuk virtualisasinya.
          Pasal 15 ayat 2 Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya. ayat 3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Ayat 3 mengatakan bahwa ayat 2 tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa. Keadaan memaksa? Kalau kita bicara soal komputer maka keadaan memaksa ini bisa berarti apa saja mulai dari gangguan listrik, kerusakan komputer, terkena virus, dan sebagainya yang pada intinya gangguan apapun dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa; lantas untuk apa ayat 2 itu dibuat? Apakah yang dimaksud disini sebagai keadaan memaksa adalah definisi lazim dari “force majeure”? Entahlah, karena di bagian penjelasan dikatakan bahwa ayat ini cukup jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar